BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren,
Studi sastra (ilmu sastra) mencakup tiga bidang, yakni: teori sastra, kritik
sastra, dan sejarah sastra. Ketiga ilmu tersebut saling berkaitan satu sama
lain. Menghubungkan sastra sebagai objek yang diteliti, dengan menggunakan
teori sastra dan pemahaman sebagai pelengkap melaui sejarah sastra. Kritik
sastra berperan sebagai pengukur dan analisis sebuah karya sastra. Sejauh mana
isi, peran dan makna sebuah karya sastra, bernilai atau berkwalitasnya sebuah
karya sastra di ukur melalui sebuah analisis kritik sastra.
Sastra menjelaskan kepada kita
tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu humaniora yang akan
mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena yang terkandung di
dalamnya. Dengan mempelajari teori sastra, kita akan memahami fenomena
kehidupan manusia yang tertuang di dalam teori sastra. Sebaliknya juga, dengan
memahami fenomena kehidupan manusia dalam teori sastra kita akan memahami pula
teori sastra. Sastra merupakan wujud dari pengambaran dan pencitraan kehidupan
masyarakat. Apa yang terjadi dimasyarakat diwujudkan dalam karya sastra. Oleh
karena itu sastra memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Senada dengan hal tersebut Semi (1889:23) mengemukakan
kritik sastra memiliki peran sebagai jembatan penghubung antara karya sastra
dengan masyarakat penikmat sastra. Kritik sastra merupakan kajian untuk
menganalisis sebuah karya sastra. Secara umum kritik sastra bertujuan
mengapreasiasi sebuah karya sastra. Kemudian menurut Semi (1989:24—25) fungsi dari
kritik sastra bukan hanya sebagai wujud apreasiasi namun sebagai upaya untuk
mengembangkan dan pembinaan terhadap sastra. Selain itu melalui kritik sastra,
sebagai sarana penunjang ilmu sastra. Kritik sastra merupakan wadah analisis
karya sastra, analisis tes struktur cerita, gaya bahasa, teknik pencitraan, dan
sebagainya.
Karya sastra merupakan wujud dan
bentuk dari perilaku yang diciptakan, contoh karya sastra yang sederhana adalah
cerpen. Cerpen merupakan karya sastra yang menarik dan sederhana. Menceritakan
sebuah konflik secara singkat dan lugas, namun memiliki unsur-unsur sastra yang
menarik. Cerpen yang di analisis adalah cerpen karya Putu Wijaya. Putu Wijaya
merupakan salah seorang sastrawan yang produktif. Karya-karya Putu Wijaya
banyak mendapatkan tanggapan dari para kritikus sastra. Berbagai komentar
terhadap novel-novel Putu Wijaya baik yang bersifat sekilas atau yang sifatnya
mendalam dalam bentuk esei bermunculan di media massa, buku, maupun dalam
forum-forum seminar. Demikian pula karya-karya Putu Wijaya banyak dipergunakan
sebagai objek penelitian bagi penyusunan skripsi oleh mahasiswa fakultas
sastra. (Zulmasri 2008). Cerpen dan karya-karya Putu Wijaya menarik dan dikenal
oleh masyarakat, sehingga menarik untuk dianalisis.
Sastra yang diciptakan harus
mencerminkan kenyataan. Kalau pun belum, karya sastra yang diciptakan dituntut
untuk mendekati kenyataan. Suatu pengembangan konseptual yang dan bagian
kenyataan. Pentingnya mempelajari sastra, memiliki peran sendiri tetapi sastra
pada umumnya memberikan manfaat bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui
manfaat yang ada, paling tidak kita mampu memberikan kesan bahwa sastra yang
diciptakan berguna untuk kemaslahatan manusia.
1.2. Tujuan
Tujuan dengan adanya makalah ini adalah :
1.
Menambah ilmu pengetahuan
2.
Meningkatkan kreatifitas
3.
Melatih kerjasama dengan teman
4.
meningkatkan kemampuan menulis dalam makalah
5.
Meningkatkan berbicara dalam diskusi.
BAB II
ISI
2.1.
Pengertian
Cerpen
Cerpen adalah salah satu bentuk
karya sastra yang berbentuk prosa atau karangan pendek (cerpen) yang berbentuk
naratif. Cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan manusia yang penuh pertikaian
mengharukan / menyenangkan dan mengandung pesan yang tidak mudah dilupakan.
2.2.
Perbedaan
cerpen dengan karya sastra lain
1.
Cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra yang
berbentuk prosa atau karangan pendek yang berbentuk naratif
2.
Pidato adalah lisan yang yang disampaikan seorang
pembicara sehubungan dengan status sosialnya
3.
Drama adalah karya yang ditulis dalam percakapan
(dialog) yang dipertunjukkan oleh tokoh-tokoh di atas pentas
4.
Musik kalisasi puisi merupakan salah satu hasil karya
sastra yang dapat menjadi wahana curahan perasaan pengarah, ide atau gagasan,
serta dapat pula sebagai media untuk menyurahkan hati nuraninya.
5.
Tajuk erncana merupakan karangan pokok dalam suat
kabar atau majalah
6.
Iklan merupakan pemberitahuan kepada khlayak ramai
mengenai barang atau jasa yang dijual dan dipasang di media masa.
2.3.
Unsur - Unsur intrinsik
Unsur intrinsik (Objektif)) tidak
hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga mencakup kompleksitas,
koherensi, kesinambungan, integritas, dsb. Pendekatan kritik sastra jenis ini
menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri. Menurut Menurut Nurgiyantoro dalam
bukunya Pengkajian Prosa Fiksi
Unsur- unsur intrinsik ialah unsur-
unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
1.
Tema : Keadilan di Masyarakat
2.
Alur : Maju (progesif)
3.
Latar
·
Latar tempat, yaitu latar mengacu pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat
yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta
inisial tertentu.Pada cerpen, latar tempat ditunjukan pada kutipan cerpen
sebagai berikut: Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya,
seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum. Latar
tempat yang dimaksud, merupakan kantor pengacara dimana tempat ayahnya seorang
pengacara senior.
·
Latar Sosial,
yaitu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara
kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup
kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
4.
Penokohan
Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab
penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan,
dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk
pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita
1)
Pengacara
Muda (anak): merupakan seorang pemuda yang kritis, tekun, bersemangat cerdas
dan profesional terhadap pekerjaannya sebagi seorang pengacara. Hal tersebut
berdasarkan kutipan dibawah ini:
“Aku tidak datang untuk
menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu
besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan
koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu
kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah
tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak
keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga
adalah keadilan itu sendiri”
Dari kutipan diatas
menunjukkan bahwa pengacara muda tersebut cerdas, dan berpikir kritis. Ia
mencermati keadaan dan situasi, seorang pengacara muda yang bersikap adil dan
profesional pada pekerjaannya sebagai pengacara.
2)
Pengacara Senior
(ayah): tua, lemah dan sakit. Memiliki bijaksana, penyayang, rendah hati. Hal
tersebut berdasarkan kutipan:
“Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu
pulang sekarang. Biarkan
aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia.”
Pengacara muda itu jadi
amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu
mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah
lelah dan kesakitan.
Dari kutipan diatas, karakter tokoh ayah yang menyayangi dan merindukan
putranya. Pengacara senior sudah tampak lemah dan tua.
3)
Sekretaris,
perhatian, baik, cantik jelita. Hal tersebut berdasarkan kutipan dibawah ini:
Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita
itu menoleh kepada pengacara muda.
“Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak
beristirahat. Selamat malam.”
Dikemukakan, bahwa sekretaris yang cantik dan dan perhatian. Ia mengatakan
bahwa pengacara senior hendak beristirahat,
5.
Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang
secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang,
pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam
karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.
Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan
dirinya pada posisi tertentu. Sudut pandang yang terdapat dalam cerpen
Peradilan Rakyat adalah Sudut pandang orang ketiga yaitu sudut pandang
yang biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga
dengan menyebut nama tokohnya; Contohnya pada kutipan dibawah ini
Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia
menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan
agung,
…. Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia
meneruskan ucapannya dengan lebih tenang
Berdasarkan pada kutipan diatas, diketahui penggunaan tokoh “ia” dan subjek
lain dengan kata ganti pengacara muda.
6.
Gaya Bahasa
Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi
sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya.
Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen
ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan
sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Melebih-lebihkan kata sehingga
menampilkan unsur-unsur sasta yang indah dan menarik. Itulah sebabnya,
terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Menurut
Sumadiria (2006 :147—160) mengemukakan macam-macam gaya bahasa adalah sebagai
berikut.
a.
Gaya Bahasa
Perbandingan
Gaya bahas perumpamaan,
contohnya: penjahat itu licin seperti belut; rakus seperti monyet;seperti
kucing dan anjing; seperti singa yang lapar; bagai air dengan minyak.
Pada cepen gaya
bahasa perumpamaan adalah sebagai berikut:
·
Mereka
menyebutku Singa Lapar.
·
Jangan
membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata
air, bagai suara alam
·
Keadilan tak
boleh menjadi sebuah taeter, tetapi
mutlak hanya pencari keadilan yang kalau perlu dingin dan beku.
o
Metafora,
contohnya; anak emas, buah bibir, buah tangan, mata keranjang, jinak-jinak
merpati, air mata buaya dsb.
· Pada cerpen
metafora, adalah sebagai berikut:
· Dengan gemilang dan mudah ia mempencundangi negara dipengadilan dan
memerdekaan kembali raja penjahat itu.
· Depersonikfikasi, gaya bahasa yang mengandaikan manusia atau segala hal
yang hidup, bernyawa, sebagai benda-benda mati yang kaku dan beku. Pada cerpen
contohnya adalah sebagai berikut:
· Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke
jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa.
· Personifikasi, gaya bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda mati,
termasuk gagasan atau konsep-konsep yang abstrak, berperilaku seperti manusia
yang menggerakan seluruh tubuhnya. Pada cerpen gaya bahasa personifikasi adalah
sebagai berikut:
· Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang
merebak diseluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata
menetes di pipi pengacara besar itu.
b.
Gaya Bahasa
Pertentangan
·
Hiperbola,
gaya bahasa yang pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya ukurannya, atau
sifatnya dengan maksud memberikan penekanan pada suatu pertanyataan atau
situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Pada cerpen contoh gaya bahasa
hiperbola adalah sebagai berikut:
·
Tetapi kamu
sebagai ujung tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang, dicabik-cabik
korupsi ini.
·
Namun yang
lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan menginjak-injak keadilan dan
kebenaran yang dulu diberhalakannya.
·
Jangan membunuh
diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin
beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam
·
Tapi aku tolak
mentah-mentah.
·
Keadilan tak
boleh menjadi sebuah taeter, tetapi mutlak hanya pencari keadilan yang kalau
perlu dingin dan beku.
·
Yang tua
memicingkan mata dan mulai menembak lagi.
·
Juga bukan
ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi
kemanusian di mancanegara yang benci negaramu, bukan?
·
Entah luluh
oleh senyum dibibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu.
·
membebaskan
bajingan yang ditakuti oleh seluruh rakyat dinegeri ini untuk terbang lepas
kembali seperti burung diudara.
·
Ia merayakan
kemenangan dengan pesta kembang semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara,
tak mungkin dijamah lagi.
·
Rakyat terus
mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
·
Penjahat
besar yang akan terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat.
c.
Gaya bahasa
Sinisme, merupakan gaya bahasa berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Pada cerpen adalah
sebagai berikut:
·
Tidak
seperti pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang.
Maksudnya, saat ini banyak pengacara yang bekerja dengan tidak profesional.
Menjual kejujuran demi kepentingan pribadi atau kelompok.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Setelah kita belajar cerpen yang
dapat diambil keuntungannya adalah kita bisa mengetahui tentang apa itu cerpen
cerpen dapat diambil dari nilai-nilai kehidupan dalam peran masing-masing
tokoh. Nilai-nilai kehidupan tersebut dapat dijadikan teladan bagi pembacanya.
Langkah untuk menulis cerpen yaitu menentuka tema, alur, tokoh, sudut pandang,
latar, amanat. Cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan manusia yang penuh
pertikaian, mengharukan / menyenangkan dan mengundang pesan yang tidak mudah
dilupakan.
3.2.
Saran
Dengan adanya kegiatan membuat
makalah ini supaya siswa – siswi mempunyai kreatifitas dan lebih ditingkatkan
prestasi dalam belajarnya, dan semoga makalah ini bermanfaat dan sering
diadakan latihan pembuatan makalah. Selain itu siswa – siswi belajar bertanya
serta bagaimana diskusi dengan baik dalam hal berkelompok.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Chaer.
2000. Pengantar Semantik. Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Ajip Rosidi.
1977. Laut Biu Langit Biru. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya
Asul
Wiyanti. 2001. terampil Pidato. Jakarta : grasindo
_________.
2002. Terampil Bermain drama. Jakarta : Grasindo
_________.
2005. Kesusastraan Sekolah. Jakarta : Grasindo
Daniel
Samad. 1997. Dasar-Dasar Meresensi Buku. Jakarta : Grasindo
Darwin S,
Chaniago. 1997. Kata-Kata Mutiara. Bandung : Pustaka Setia
Departemen
Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Adidarmodjo,
g. 1986. pembimbing Apresiasi Drama. Solo.: Tiga serangkai
Alis
Jahbana, S. Takdir. 1929. tak Putus Dirundung Malang. Jakartya : Dian Rakyat
Alwi hasan.
Dkk. 1998. tata bahasa baku bahasa indonesia. Jakarta : balai Pustaka
_________,
2001. paragraf. Jakarta : Depdiknas.
Bachri,
Sutardji calzdum. 2002. Hijau Kelon dan Puisi 2002. Jakarta : Kompas.
Balipas, 27
maret 2003
Balia, 7
Desember 2004
Depdiknas,
2002. Kamus Besa bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka
_________,
2004. Kurikulum 2004 standar kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra
indonesia SMP dan MTs. Jakarta. Depdiknas.
(dikutip
http://www.scribd.com/doc /24492471/Menjelaskan-Unsur-Unsur-Intrinsik-Cerpen
Sumadiria,
Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik; Panduan Praktis Penulisa dan Jurnalis.
Bandung. Simbiosa Retakama Media.
Wellek &
Warren A. (1986). Teori Kesusastraan (Diindonesiakan Melami Budianta).
Zulmasri.
2008. ”Kebimbangan Pengarang dan Pendekatan Ekspresif”.
http://abangdiwan.blogspot.com/2012/07/contoh-membuat-makalah-cerpen.html
0 comments:
Post a Comment