Malam itu hujan gerimis turun. Angin pun bertiup sungguh sangat
dingin. Tapi kedua suami isteri yang tinggal di sebuah rumah kecil
itu berkeinginan betul hendak keluar juga. Kerana ibu si suami itu
dalam keadaan sakit tenat, mungkin hanya tinggal menunggu waktu saja. Hanya yang
sangat merisaukan hati mereka, bagaimana dengan anaknya Harun, anak mereka yang
baru saja berumur empat bulan.Kalau diajak pergi takut masuk angin
dan dapat menyebabkan sakit.
“Bagaimana Aminah,
kita bawa saja Harun?” Tanya si suami.
“Jangan bang,
angin kencang,” cegah isterinya.
“Habis siapa yang
akan menjaganya di rumah? Apakah mungkin akan kita tinggalkan dia
sendirian? Aku tak sanggup, sebab rumah kita ini terlalu dekat dengan tanah
perkuburan,” kata si suami.
“Ah, abang,
janganlah berfikir yang bukan-bukan,” kata isterinya yang cantik dan manis itu.
“kan ada Hurairah (kucing) di rumah. Dia saja kita suruh menjaga
Harun.”Kata si isteri.
“Betul juga,
mengapa aku tidak ingat pada si Hurairah.”Balas suaminya dengan gembira.
“Meong….” teriaknya kemudian.Maka terdengarlah suara Hurairah
membalas suara tuannya itu.Lalu dengan langkah-langkah kecil dia mendekati
tuannya.
“Wahai Hurairah, malam ini engkau tidak usah menjaga padi dari
dimakan oleh tikus-tikus, kami berdua mahu pergi, oleh kerana itu jagalah si
Harun,” kata si suami.
Kucing yang cantik itu mengeong sambil mengibas-ngibaskan ekornya.
Kalau boleh berkata dia akan menjawab: “Jangan bimbang tuan, saya
akan menunggu dan menjaga si Harun supaya ia tertidur dengan nyenyak. Tidak
akan saya izinkan seekor nyamuk pun hinggap di tubuhnya.”
Setelah berpesan begitu, maka pasangan suami dan isteri itu pun berangkat
dengan perasaan lega. Mereka tahu bahawa Hurairah akan melakukan pekerjaannya
dengan baik, sebab dia adalah seekor kucing yang sangat setia dengan
majikannya.
Setelah melihat majikannya sudah pergi, maka Hurairah dengan cepat
dan diam-diam melompat ke atas tempat tidur.Ia duduk di sebelah si
Harun yang tengah mendengkur dengan nyenyaknya. Ekornya dikibas-kibaskannya
agar tidak seekor nyamuk pun yang berani mengganggunya.Matanya dengan tajam
mengawasi sekelilingnya, sementara kedua kaki depannya siap mencakarkan
kukunya kepada siapa saja yang berniat untuk mengusik ketenangan majikan
kecilnya.
Menjelang pukul sepuluh malam, tiba-tiba kucing itu mendengar bunyi
mendesis dari bawah tempat tidur.Dengan secepat mungkin Hurairah memasang
kuda-kuda serta siap untuk menghadapi segala kemungkinan.Matanya
tiba-tiba terbeliak terkejut dan marah, ketika melihat sebuah mulut yang
ternganga dengan taring dan lidah yang menjulur panjang.Rupanya dia adalah
seekor ular besar yang sudah siap untuk menelan Harun yang masih
kecil itu.
Dengan cepat Hurairah melompat, giginya langsung masuk menghunjam ke
leher ular tersebut, dan cakarnya menyerang dengan buas. Ular itu murka kerana
niatnya dihalang-halangi oleh makhluk lain. Matanya merah seperti besi
terbakar.Dia membalas menyerang dengan hebat.Badan Hurairah
dibelit dengan kuat, sambil mulutnya mematuk-matuk muka Hurairah.
Hurairah hampir kehabisan tenaga, kerana dibelit oleh ular besar
itu, manakala mukanya pun telah berlumuran darah.Namun dia tidak mahu binasa
sebelum dapat membunuh ular tersebut. Dengan segala kemampuan dan
kesakitannya, ia berusaha untuk menyelamatkan nyawa anak tersayang kedua
majikannya itu. Akhirnya ia berhasil melepaskan diri, lalu dengan cepat
menerkam leher ular itu. Digigitnya batang leher makhluk jahat
tersebut sekuat tenaga sehingga akhirnya matilah musuhnya itu.
Begitu dilihatnya binatang pengganggu itu sudah tergolek kaku,
barulah Hurairah dengan sisa-sisa tenaganya naik lagi ke atas tempat tidur si
Harun dan duduk semula di samping si Harun.Anak kecil itu masih
tertidur dengan nyenyak.Hurairah menjilat-jilat lukanya, sementara rasa pedih
dan letih terasa sekujur badannya.Mulutnya masih penuh dengan darah ular tadi,
sedangkan pada mukanya terdapat luka-luka yang menganga.
Belum pulih lagi tenaganya, akan tetapi secara
tiba-tiba dia mendengar suara majikannya di halaman rumah. Dengan gerakan yang
lemah dan lunglai, Hurairah turun dari tempat tidur. Perlahan-lahan ia berjalan
menuju ke pintu, menyambut kedatangan kedua majikannya yang sangat dicintainya
itu. Dilihatnya ibu Harun berjalan menunduk sambil terisak-isak.Bapanya pula
terlihat sangat sedih.Hurairah pun ikut berdukacita memperhatikannya.
Mereka berbimbingan tangan memasuki halaman rumah. Ketika mereka
tiba di depan pintu, Hurairah berbunyi lembut: “Ngeong….,
ngeong…., sambil terhuyung-huyung mendekati majikannya.
Tiba-tiba saja ibu Harun menjerit, “Bang….! Harun bang….!” Suaminya
terperanjat tapi tidak mengerti, “Mengapa Harun Aminah?”Tanya suaminya.
“Lihatlah si Hurairah, mulutnya berlumuran darah.Pasti anak kita telah diterkam dan dibunuhnya. Oh, Harun…. anak kita, bang. Bunuh Hurairah, bang! Ia telah memakan anak kita!”Kata si isteri.
“Lihatlah si Hurairah, mulutnya berlumuran darah.Pasti anak kita telah diterkam dan dibunuhnya. Oh, Harun…. anak kita, bang. Bunuh Hurairah, bang! Ia telah memakan anak kita!”Kata si isteri.
Si suami baru tahu apa yang dimaksudkan oleh isterinya. “Betul!
Mulut Hurairah penuh dengan darah segar, pasti Harun telah
diterkamnya.”
Tanpa berfikir panjang, si suami lalu mengambil besi.Dengan penuh
kemurkaan lalu dipukulnya benda keras itu ke tubuh si Hurairah. Kucing itu
menjerit; “ngeong….” Lelaki itu bertambah marahnya lagi, lalu diambilnya pula
sebuah batu, ditimpakannya ke kepala Hurairah.
Maka bercucuranlah darah dari kepala binatang yang tidak berdosa
itu.Badannya terkejang-kejang. Dari matanya mengeluarkan
air mata yang jernih satu-satu.Setelah mengeong untuk terakhir kalinya, kucing
yang cantik itu pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Melihat korbannya sudah mati, maka pasangan suami isteri itu
terburu-buru masuk ke bilik.Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat suasana
bilik itu. Yang nampak pertama kali di depan pintu adalah bangkai seekor
ular besar yang hampir putus lehernya. Maka dengan hati berdebar-debar mereka
berlari ke tempat tidur. Ternyata anaknya Harun masih tetap dalam keadaan
tertidur nyenyak.
Barulah mereka dapat meneka apa yang telah terjadi selama mereka tidak berada di rumah tadi. Bukan Hurairah yang bersalah, ternyata kucing itu telah berjuang mati-matian untuk menyelamatkan anak mereka.Seketika itu juga pucatlah wajah mereka.Mereka menyesal berkepanjangan.
Barulah mereka dapat meneka apa yang telah terjadi selama mereka tidak berada di rumah tadi. Bukan Hurairah yang bersalah, ternyata kucing itu telah berjuang mati-matian untuk menyelamatkan anak mereka.Seketika itu juga pucatlah wajah mereka.Mereka menyesal berkepanjangan.
Ternyata Hurairah adalah kucing yang tetap
setia.Dia tidak mempedulikan keselamatan dirinya asalkan tugas
yang dipercayakan kepadanya ditunaikannya.Kalau perlu dirinya sendiri menjadi
korban untuk menyelamatkan nyawa majikan kecilnya. Namun balasan yang
diterimanya bukan belaian kasih sayang dan terima kasih, akan tetapi nyawanya
dihabiskan dengan penuh kekejaman. Akibat buruk sangka Suami
isteri itu menangis tersedu-sedu menyesali kesalahannya, ia bertaubat kepada
Allah SWT serta berjanji untuk tidak lagi berbuat semena-mena terhadap binatang
yang tidak berdosa, tanpa periksa terlebih dahulu. Bangkai
Hurairah diangkat dan diciumnya, tapi yang sudah pergi tidak akan kembali, dan
penyesalan mereka juga sudah tidak bererti, kerana yang sudah mati itu tidak
akan hidup lagi. Cuma sebagai pedoman atau pengajaran buat masa yang akan
datang
0 comments:
Post a Comment